Sunday, June 26, 2011

Pemulihan Tanah di Kawasan Bekas Pertambangan


ABSTRAK

Pertambangan mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif  dari kegiatan pertambangan bahan galian yaitu sebagai salah satu sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Sisi negatif akibat adanya kegiatan pertambangan yaitu mengakibatkan dampak besar terhadap lingkungan dan tanah.
Langkah awal untuk pemulihan tanah dikawasan pertambangan adalah merehabilitasi dan mereklamasi lahan yang sudah rusak supaya bisa produktif lagi. Diaplikasikan dengan Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang cara alternatif untuk pemulihan tanah yang rusak. Dan pemilihan jenis tumbuhan yang cocok.
Dampak lingkungan itu terjadi karena ulah manusia itu sendiri dan manusia harusnya sadar dengan apa yang telah dilakukannya itu akan berdampak bukan hanya untuk kita sekarang melainkan dampaknya akan terasa sama anak dan cucu kita nanti.


BAB I
PENDAHULUAN

Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera, yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya. Contoh dasar sumber daya alam seperti barang tambang, sinar matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya. Indonesia mempunyai banyak potensi sumber daya alam yang bisa  dimanfaatkan dengan baik, salah satunya adalah melalui pertambangan.
Pertambangan adalah  rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, ayat (3) menyebutkan , bumi dan air dan kekayaan alam  yang  terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut menjelaskan, didalam kekayaan alam salah satu di antaranya adalah bahan galian industri, agar semua bahan galian tersebut di atas memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.  Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan penambangan bahan galian tidak terkecuali bahan galian industri akan mengubah keadaan lingkungan.
Permasalahan lingkungan sudah menjadi topik umun yang dibicarakan banyak orang saat ini. Namun sayangnya langkah-langkah pembenahan masalah tersebut masih kurang optimal. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai masalah lingkungan itu sendiri dan dampak yang ditimbulkan merupakan salah satu kendalanya. Kesadaran masyarakat untuk mengurangi permasalahan tersebut juga masih sangat minim, sebenarnya dua poin tersebut memegang peranan penting.
Pertambangan mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif  dari kegiatan pertambangan bahan galian yaitu sebagai salah satu sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Sisi negatif akibat adanya kegiatan pertambangan yaitu mengakibatkan dampak besar terhadap lingkungan.  Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah akibat tidak adanya penutupan tajuk, disamping itu pertambangan bahan galian juga  mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati (gene pool), terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, terjadinya peningkatan erosi, dan terlepasnya logam-logam berat yang dapat masuk ke lingkungan perairan. Jika hal ini dibiarkan, maka akan mengancam kehidupan manusia.
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dampak terhadap lingkungan dan dampak terhadap tanah itu sendiri.
1.        Dampak terhadap lingkungan
·      Terjadinya peningkatan konsentrasi debu, gas CO2, N2O maupun SO2 yang menyebabkan  pemanasan atmosfer bumi.
·      Masuknya gulma/hama/penyakit tanaman,
·      Pencemaran air permukaan/air tanah oleh bahan beracun,
·      Terganggunya flora dan fauna,
·      Terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk,
·      Perubahan iklim mikro.
2.        Dampak terhadap tanah
·      Penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, drainase yang buruk,
·      Tanah memiliki karakteristik yang berhidrokarbon tinggi, zat meracun tinggi, kadar hara rendah, hancuran batuan, sifat fisika, kimia dan biologi yang jelek.
·      Tanah berlubang dengan ukuran yang besar dan sangat sulit untuk diperbaharui.
·      Pencemaran limbah menyebabkan tanah menjadi sulit untuk diolah (Sidabutar, 2011).


BAB II
PEMBAHASAN

Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang. Manusia merupakan posisi kunci penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Semakin bertambahnya jumlah populasi manusia, meyebabkan kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti pertanian dan pertambangan. Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semakin hebatnya kemampuan teknologi untuk memodifikasi alam, maka manusialah yang merupakan faktor yang paling penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem rusak.
Kegiatan pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Kegiatan manusia seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi. Hal ini menyebabkan lahan mengalami kerusakan. Akibatnya kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan (bulk density), kekurangan unsur hara esensial, pH rendah, pencemaran logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi aktifitas mikroba tanah.
Sebelum melakukan kegiatan pembangunan harus dilakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Menurut Gibson dalam Mitchell (2003). menyarankan bahwa seperangkat prinsip dapat diidentifikasi untuk merancang analisis dampak, delapan prinsip tersebut sebagai berikut :
1.      Satu pendekatan terpadu
2.      Semua bentuk keputusan harus ramah lingkungan
3.      Analisis dampak harus menekankan pada identifikasi kemungkinan terbaik
4.      Analisis dampak harus berdasarkan hukum, serat harus spesifik, wajib dan dapat diterapkan
5.      Proses analisis dan pengambilan keputusan yang terkait harus terbuka, partisipatif dan adil
6.   Kondisi dan syarat penerimaan harus dapat dijalankan; kapasitas juga harus ada untuk  memantau efek dan pentaatan terhadap peraturan pelaksanaan selama pelaksanaan
7.      Penerapan yang efesien harus muncul
Adanya AMDAL berguna agar perencana kegiatan atau pelaku analisis  menjadi tahu dampak apa saja yang akan timbul apabila melakukan kegiatan pertambangan. Solusi dan upaya pemulihan tanah dikawasan pertambangan dengan  menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, Harus adanya audit lingkungan yang trasparan, Harus adanya pembenahan peraturan perizinan dan pengawasan yang berkelanjutan di lapangan, Rehabilitasi dan reklamasi areal bekas penambangan.
Seharusnya para perencana KP harus memiliki Prinsip Kegiatan Pertambangan yang benar yang tidak akan berdampak buruk terhadap tanah dan lingkungan yaitu
     · Total Mining, dalam arti recovery penambangan harus maksimal sehingga tidak ada cadangan yang tersisa
       ·  Pembukaan lahan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan tambang
       ·  Menerapkan tatacara penimbunan kembali bekas tambang/back filling
       ·  Menerapkan sirkulasi tertutup air kerja dan air proses (clossed circuit)
       ·  Segera melakukan reklamasi lahan bekas tambang
Langkah awal untuk pemulihan tanah dikawasan pertambangan adalah merehabilitasi dan mereklamasi lahan. Rehablitasi adalah  usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (krisis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. Kepmen PE No. 1211.K/008/M.PE/95 menjelaskan bahwa yang dimaksud Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya Prinsip-prinsip reklamasi adalah Kegiatan Reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh dari kegiatan penambangan, Kegiatan Reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.
Sasaran reklamasi adalah Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya.  Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya. Proses reklamasi lahan bekas tambang memerlukan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran yang dikehendaki. Hal-hal yang harus diperhatikan didalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut :
      1.  Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan
      2.  Luas areal yang direklamasikan sama dengan luas areal penambangan
    3. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa  untuk keperluan revegetasi
      4.  Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak
     5. Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan
      6.  Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya
      7.  Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi
      8.  Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktifitas penambangan
    9. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras
   10. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi revegetasi, segera       dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi dari Departemen Kehutanan dan RKL yang dibuat.
   11.  Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya
   12.  Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan
Pengendalian erosi merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan selama kegiatan penambangan dan setelah penambangan. Erosi mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur. Konservasi tanah dilakukan untuk mengendalikan erosi. Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Tujuan utama konservasi tanah adalah laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari sama sekali. 
Dengan adanya langkah awal pemulihan tanah pemerintah telah membuat peraturan mengenai AMDAL dan kebijakan reklamasi yang diatur dalam
Ø   UU No. 11/1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
Ø  PP No. 32/1969, tentang Pelaksanaan UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
Ø   PP No. 75/2001, tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32/1969
Ø Kepmen PE No. 1211.K/1995, tentang Pecegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan Umum
Ø   Kep Dirjen PU No. 336/1996, tentang Jaminan Reklamasi
Selain itu juga pemerintah telah membuat kebijakan tentang pertambangan yaitu UU No 11 Tahun 1967 Pasal 30 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan yang berbunyi “Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang KP diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitarnya”. PP 75 Tahun 2001, tentang : Perubahan Kedua Atas PP No. 32/1969 tentang Pelaksanaan UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
      Ø  Pasal 46 ayat (4)
Sebelum meninggalkan bekas wilayah KP-nya, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang KP harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum.
      Ø  Pasal 46 ayat (5)
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang KP sebelum meninggalkan bekas wilayah KP.
KepM.PE No. 1211.K/008/M.PE/1995 ttg : Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Pertambangan Umum
      Ø  Pasal 12
(1): Reklamasi areal bekas tambang harus dilakukan secepatnya sesuai dengan rencana dan persyaratan yang telah ditetapkan
(2): Reklamasi dinyatakan selesai setelah disetujui oleh Dirjen
Pasal 13
(1)   Kepala Teknik Tambang wajib menanami kembali daerah bekas tambang, termasuk daerah sekitar project area sesuai studi AMDAL yang bersangkutan
Langkah selanjutnya untuk pemulihan tanah dikawasan pertambangan adalah dengan Cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Sebagai salah satu alternatif untuk merstorasi lahan bekas tambang, penggunaan mikoriza sangat diperlukan. Mikoroza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang cukup populer, yaitu cendawan mikoriza arbuskula yang dapat digunakan sebagai pupuk biologis. Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) ini adalah salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas, dan kualitas tanaman utamanya tanaman yang ditanam pada lahan-lahan yang kurang subur, seperti lahan bekas tambang.
Kelebihan yang dimiliki oleh CMA ini adalah kemampuannya dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo. Oleh sebab itu, maka penggunaan CMA ini dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat. Untuk membantu pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahan-lahan yang rusak, penggunaan tipe cendawan ini dianggap merupakan suatu cara yang paling efisien karena kemampuannya meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Beberapa penelitian lainnya juga membuktikan bahwa cendawan ini juga mampu mengurangi serangan patogen tular tanah dan dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat, sehingga penggunaannya dapat berfungsi sebagai bio-proteksi.
Keberadaan CMA di alam mutlak diperlukan. Peranannya sangat penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara sehingga dianggap sebagai alat yang paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem dan keanekaragaman hayati. Selain itu, CMA juga merupakan sumberdaya alam hayati potensial dan dapat diisolasi, dimurnikan dan dikembangbiakan dalam biakan monosenic. Melalui serangkaian penelitian di laboratorim dan pengujian di lapangan, efektivitas isolat-isolat CMA untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kualitas tanaman dapat dimanipulasi dan ditingkatkan. Dengan cara tersebut, maka dapat dihasilkan dan diseleksi isolat-isolat CMA unggul yang teruji efektif. Isolat-isolat unggul tersebut dapat diproduksi dan dikemas dalam berbagai bentuk inokulan yang dapat berfungsi sebagai pupuk biologis yang murah tetapi cukup efektif dan bersahabat lingkungan.
Produk ini dapat digunakan untuk membantu program reklamasi lahan bekas tambang dalam hal meningkatkan pertumbuhan. Aplikasi CMA ini sebenarnya merupakan keutuhan ekologi karena pada prinsipnya memanfaatkan sumberdaya alam hayati potensial untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan teknologi yang sederhana, murah, dan ramah lingkungan.
Pemilihan jenis tumbuhan adalah tahap yang paling penting dalam upaya merestorasi lahan bekas tambang. Pemilihan ini bertujuan untuk memilih spesies tanaman yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan direstorasi. Kunci utama keberhasilan revegetasi adalah pemilihan jenis pohon yang tepat. Pemilihan jenis pohon yang akan ditanam didasarkan pada adaptabilitas, cepat tumbuh, diketahui teknik silvikultur, ketersediaan bahan tanam, dan dapat bersimbiosis dengan mikoriza.
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh jenis tumbuhan yang terpilih, antara lain :
1.        Mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi
Jenis tumbuhan yang dipilih hendaknya mampu berdaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk lahan bekas tambang, kondisi lingkungan yang ekstrim seperti ketersediaan unsur hara yang rendah, suhu relatif tinggi, kamasaman tanah tinggi, drainase kurang baik, kelembaban rendah, salinitas tinggi, dan intensitas cahaya tinggi merupakan faktor-faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam memilih spesies yang akan digunakan untuk kegiatan restorasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a. mengidentifikasi dan memilih jenis-jenis lokal potensial
b. mengevaluasi silvical characteristic jenis dengan kondisi lingkungan setempat
c. mengevaluasi jenis-jenis non-lokal yang telah tumbuh dilokasi setempat
d. melakukan spesies trial dan uji provenance 
2.      Cepat tumbuh
Jenis cepat tumbuh biasanya tidak memerlukan syarat tumbuh terlalu rumit. Kriteria ini penting karena akan terjadi penutupan yang cepat pada lahan terbuka untuk mengurangi laju aliran permukaan dan erosi. Oleh karena itu, jenis-jenis pionir pertumbuhannya cepat, sistem tajuknya melebar dan berlapis serta memiliki sistem perakaran intensif. 
3.      Teknik silvikultur diketahui
Untuk memudahkan pelaksanaan penanaman dan pemiliharaan lanjutan, maka teknik silvikultur jenis-jenis terpilih perlu diketahui, terutama yang berhubungan dengan perlakuan biji, teknik persemaian, waktu pemindahan di lapangan sensitifitas terhadap toksisitas logam berat, dosis pupuk yang diperlukan, toleransi terhadap cahaya, genangan air, dan hama penyakit. 
4.      Ketersediaan bahan tanaman
Kriteria ini perlu diperhatikan karena akan menentukan keberhasilan upaya dalam restorasi. Bahan tanaman berupa benih, harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik. Kelemahan utama dalam penggunaan jenis-jenis lokal adalah masalah kelangkaan benih. 
5.      Dapat bersimbiose dengan mikroba
Mengingat keadaan lahan kritis pada umumnya merupakan lahan marginal, maka jenis-jenis yang akan ditanam dipilih dari jenis-jenis yang dapat berasosiasi dengan bakteri penambat nitrogen atau bersimbiosis dengan cendawan mikoriza, sehingga kebutuhan akan nitrogen dan fosfat tidak sepenuhnya bergantung pada pemupukan.
Suksesi secara alami memiliki tahap-tahap tertentu, yang terjadi secara perlahan-lahan dan biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Penerapan kaedah suksesi menciptakan keseimbangan antara intervensi manusia dengan usaha ekosistem untuk mendisain lingkungannya sendiri (self design). Self design ini memberikan keuntungan dalam hal memberikan daya tahan hidup pada kondisi awal trjadinya suksesi, pemantapan kondisi hutan setelah fase awal suksesi, dan memerlukan sedikit biaya (Lugo, 1997).
Pada kegiatan restorasi lahan bekas tambang ini, fenomena alam tersebut akan dicoba untuk dimodifikasi supaya tahapan suksesi (nudation, migrasi, ecesis, agregation, evolution of community relationship, invation, reaction, stabilization, dan klimaks) dapat berlangsung dengan cepat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menanam jenis tanaman tertentu secara berurutan seperti halnya yang terjadi pada fase-fase dari suksesi alami.
A.    Tumbuhan Penutup Tanah
Tumbuhan penutup tanah yang dipilih dapat berupa semak maupun herba. Jenis-jenis yang diutamakan adalah dari jenis kacang-kacangan, dapat bersimbiosa dengan bakteri penambat nitrogen, memiliki perakaran yang kuat, serta banyak menghasilkan serasah, seperti: Centrosema, Tephrosia, Crotalaria, Indigofera, Eupatorium, dan jenis lain yang sesuai. Tanaman-tanaman ini berguna untuk mengurangi laju aliran permukaan (run-off), memperbaiki profil tanah khususnya bagian top-soil, dan juga diharapkan akan ikut memperbaiki iklim mikro.
B.     Tumbuhan Jenis Klimaks
Tumbuhan jenis klimaks merupakan tumbuhan yang utama digunakan untuk merestorasi lahan bekas tambang. Tumbuhan ini biasanya dari jenis pohon-pohonan yang karakteristiknya yang sesuai dengan kriteria yang telah disebut di atas. Penanaman jenis tanaman ini dapat dilakukan bersamaan dengan penanaman tumbuhan penutup tanah maupun setelahnya. Setelah penanaman jenis tumbuhan ini diharapkan keadaannya akan sama dengan tingkat fase ecesis dimana tumbuhan tersebut akan mapan di tempat tersebut. 
Setelah tumbuhan tersebut menghasilkan buah dan biji diharapkan akan terjadi agregasi (pengelompokan) dari tumbuhan tersebut dengan tumbuhan anakan di sekitarnya. Dengan adanya vegetasi di tempat tersebut diharapkan akan menarik satwa liar di sekitarnya yang akan membawa benih-benih lain dari daerah sekitar untuk tumbuh dan kemudian akan berkolonisasi pada lahan tersebut. Dengan demikian fase-fase selanjutnya dari suksesi seperti reaksi perubahan habitat dan stabilitas akan dapat terus berlangsung sampai mencapai klimaks.


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Kegiatan pertambangan yang dilakukan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang telah pemerintah tetapkan sehingga tidak terjadi adanya dampak terhadap tanah maupun lingkungan. Harusnya perencana kegiatan pertambangan melaksanakan AMDAL sehingga akan lebih memahami dampak-dampak yang akan terjadi dalam kegiatan tersebut.  Jadi pemulihan tanah dikawasan bekas pertambangan itu bisa dengan menggunakan:
1.  Reklamasi lahan, dan rehabilitas tanah yang sudah rusak supaya bisa produktif lagi
2. Diaplikasikan dengan Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang cara alternatif untuk pemulihan tanah yang rusak.
3.   Dan pemilihan jenis tumbuhan yang cocok
B.      Saran
Dampak lingkungan itu terjadi karena ulah manusia itu sendiri dan manusia harusnya sadar dengan apa yang telah dilakukannya itu akan berdampak bukan hanya untuk kita sekarang melainkan dampaknya akan terasa sama anak dan cucu kita nanti, maka dari itu mari kita perbaiki lingkungan yang sudah rusak dan jaga lingkungan kita jangan sampai  alam “marah”kepada kita.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Restorasi Lahan Bekas Tambang Berdasarkan Kaidah Ekologi. (on-line) http://www.bosstambang.com. Diakses tanggal 24 Juni 2011.

Arsyad, S. 2000. Konsevasi Tanah dan Air. Bogor: IPB press

Mitchel, B. Rahmi, Dwita H., Setiawan B. (2003). Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Yogyakarta:  Gadjah Mada University Press

Sidabutar, A. A., dkk. Rehabilitasi Pada Lahan Bekas Pertambangan Di Hutan Lindung. http://www.elisa1.ugm.ac.id. Diakses tanggal 24 Juni 2011.
Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: ANDI





3 comments: